Melihat Aktivitas Sekitar dari Sudut Pandang Ilmiah

Kita bisa menjelaskan aktivitas sehari-hari secara ilmiah. Misalnya, ketika kita makan mi instan, minum teh atau kopi, serta merokok di warung makan.

Mari kita mulai dengan mi instan. Kita semua tahu betapa lezatnya mi instan baik yang digoreng maupun yang berkuah dengan berbagai varian penyajian. Namun, ada hoaks yang beredar di masyarakat bahwa air rebusan mi instan harus dibuang dan diganti dengan air rebusan baru sebelum dikonsumsi karena tidak sehat dan mengandung lilin. Namun, hal tersebut tidak benar.

Menurut ahli nutrisi Susan SPT, Msc, mi instan tidak mengandung lilin. "Karena proses penggorengan dalam pembuatannya, jika kita merebus mi, airnya akan menjadi keruh. Orang bilang itu karena lilin, padahal itu karena minyak dan karbohidrat, tepung-tepungnya keluar," ujarnya.

Faktanya, menurut beberapa ahli, mengganti air rebusan mi instan tidak diperlukan karena dalam mi instan terdapat beberapa vitamin, salah satunya asam folat yang terkandung di dalam tepung terigu. Asam folat tersebut baik untuk tubuh dan larut dalam air, sehingga jika air rebusan dibuang, asam folat tersebut akan terbuang bersama air.

Tidak benar pula bahwa mi instan dapat menyebabkan radang usus buntu, tumor payudara, atau bahkan kematian jika dikonsumsi bersamaan dengan cokelat. Anggapan klasik bahwa bumbu (MSG) tidak boleh dimasak karena akan menjadi pemicu kanker juga tidak berdasar.

Menurut pakar nutrisi Jansen Ongko, MSc, RD, tidak ada bukti ilmiah untuk hal tersebut. "Selain itu, tidak mungkin memasak mi di atas suhu 120 derajat Celsius karena titik didih air hanya 100 derajat Celsius. Semakin tinggi suhu dan semakin lama proses pemanasan, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya produk pirolisis. Dan itu tidak hanya berlaku bagi glutamat, tapi juga asam amino lainnya, bahkan karbohidrat."

Mi instan dan makanan cepat saji lebih tepatnya berhubungan dengan kolesterol. Kalaupun karsinogen, itu biasanya terdapat pada makanan kaleng dan daging merah.

Orang-orang tidak disarankan untuk makan mi instan terlalu sering karena mi instan tidak mengandung gizi yang lengkap dan bukan makanan pokok. Maka itu, saran penyajian tertera pada kemasan.

Semua produk mi instan yang dijual bebas sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jika masih meragukan ahli, mungkin perlu untuk melakukan riset lebih lanjut.

Micin atau MSG atau Monosodium Glutamat yang berperan sebagai peningkat cita rasa makanan agar lebih gurih.
Pada dasarnya MSG adalah garam yang berasal dari glutamat yang dihasilkan melalui proses fermentasi dan zat glutamat inilah yang sering menimbulkan perdebatan tentang dampak MSG. Namun nyatanya glutamat juga secara alami banyak ditemukan dalam makanan disekitar kita seperti keju, daging, ikan, dan sayuran seperti tomat, bahkan tubuh kita sendiri.
Kajian ilmiah terus dilakukan untuk mengetahui dampak MSG pada kesehatan manusia. Namun, sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa MSG berbahaya bagi kesehatan dalam jumlah normal yang dikonsumsi.

Setelah selesai makan biasanya orang minum teh, beberapa penelitian menunjukkan bahwa minum teh setelah makan dapat menghambat penyerapan zat besi dalam makanan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa minum teh setelah makan harus dihindari sepenuhnya.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa senyawa polifenol dalam teh, terutama tannin, dapat mengikat zat besi dan membentuk senyawa kompleks yang lebih sulit untuk diserap oleh tubuh. Namun, pengaruh ini tidak terlalu signifikan pada makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging merah, ayam, ikan, dan sayuran hijau.

Sedangkan untuk makanan yang disajikan dengan teh kuah atau makanan teh sebagai bahan dasar, perlu diketahui bahwa kebanyakan teh yang digunakan dalam masakan tidak memiliki kadar tannin yang tinggi seperti teh hitam atau teh hijau pada umumnya. Selain itu, pemanasan teh dalam masakan juga dapat mengurangi kadar tannin dan membuatnya lebih mudah dicerna oleh tubuh.

Jadi, sebenarnya tidak ada yang salah dengan makanan yang disajikan dengan teh atau makanan teh sebagai bahan dasar. Namun, jika Anda ingin memaksimalkan penyerapan zat besi dari makanan, sebaiknya hindari minum teh setidaknya 1 jam sebelum atau setelah makan, terutama jika Anda menderita anemia atau kekurangan zat besi.

Secara umum, minum kopi setelah makan dapat menjadi bagian dari kebiasaan minum kopi yang sehat jika dilakukan dengan bijak. Pastikan untuk memperhatikan dosis dan tidak terlalu banyak mengonsumsi kopi, serta mempertimbangkan kondisi kesehatan individu dan jenis makanan yang dikonsumsi.

Studi telah menunjukkan bahwa konsumsi kopi dalam jumlah moderat (3-4 cangkir sehari) tidak meningkatkan risiko penyakit jantung dan bahkan dapat memberikan manfaat kesehatan, seperti menurunkan risiko diabetes tipe 2 dan stroke. Namun, konsumsi kopi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko palpitasi jantung, peningkatan tekanan darah, dan risiko aritmia.

Kopi tanpa gula dan kopi dengan gula memiliki perbedaan dalam konsentrasi kalori dan manfaat yang dapat diberikan bagi tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minum kopi tanpa gula dapat memberikan manfaat bagi kesehatan jantung. Namun, jika kopi dikonsumsi bersamaan dengan camilan, efek kesehatannya mungkin berbeda.

Sedangkan untuk jeda waktu setelah makan sebelum minum kopi, sebaiknya Anda menunggu sekitar 30-60 menit setelah makan sebelum minum kopi. Hal ini karena minum kopi terlalu cepat setelah makan dapat mengganggu penyerapan nutrisi dalam makanan, terutama nutrisi yang membutuhkan asam lambung untuk dicerna.

Sementara itu, merokok memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia yang sudah banyak diketahui. Rokok mengandung zat-zat kimia berbahaya seperti nikotin, karbon monoksida, dan tar yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, termasuk kanker paru-paru, penyakit jantung, dan stroke.

Nikotin dalam rokok mampu meningkatkan kadar asetilkolin pada otak yang membuat orang merasa lebih waspada dan meningkatkan dopamin yang membuat orang merasa rileks.
Tingginya asetilkolin dan dopamin akan menjadi sinyal bagi otak untuk memproduksi endorfin dan glutamat.
Endorfin menghasilkan perasaan senang, sedang glutamat akan merekam perasaan rileks tersebut agar memicu rasa candu, ketagihan akan nikotin tersebut.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa melihat aktivitas sekitar dari sudut pandang ilmiah dapat membantu kita memahami dampak dari berbagai kebiasaan dan pola makan pada kesehatan manusia. Dengan memperhatikan fakta dan bukti ilmiah yang ada, kita dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Postingan populer dari blog ini

F1H2O Danau Toba